Inilah Perubahan Pola Ujian Nasional 2018 Untuk SD SMP SMA SMK
Inilah Perubahan Pola Ujian Nasional 2018 Untuk SD SMP SMA SMK
Pemerintah masih saja pastikan menggunakan Ujian Nasional
sebagai alat ukur kualitas pendidikan nasional. Ditengah gencarnya
penolakan UN. Segala macam cara dipikirkan untuk menghasilkan Ujian
Nasional yang valid, versi pemerintah. Tahun ini pola USBN akan diubah
dari tahun tahun sebelumnya yang perubahannya bisa anda download pada
link yang kami pasang pada halaman ini secara gratis tidak dikenakan
pajak apapun
Perubahan USBN tahun 2018 |
Tahun
2018, UN ditambahkan dengan isian 10% untuk SD, untuk SMP 25% soal
dipersiapkan dari pusat sebagai anchor begitu juga dengan SMA sederajat
juga ada isian jumlahnya 10% dari soal.
Kegigihan
Pemerintah untuk melakukan Ujian Nasional yang valid terus dilakukan
hingga melakukan beragam inovasi sistem UN. Mereka seolah tak pernah
kehilangan akal membuat siswa dan guru senam jantung.
Pola Perubahan Ujian untuk SD/MI
Ada
beberapa hal yang berbeda dari sistem Ujian Nasional tahun 2018
dibandingkan tahun 2017. Sebenarnya sistem baru ini bukan hal yang
benar-benar fresh, kelihatannya saja baru tapi rasa lama. Disini yang
akan saya bahas khusus jenjang Sekolah Dasar. Perubahan paling jelas
dari penyebutan Ujian Sekolah atau Madrasah (US/M) menjadi Ujian Sekolah
Berstandar nasional (USBN). Esensinya sama, tetap saja tes standar
Jika
tahun-tahun sebelumnya, mata pelajaran yang dijujikan hanya 3 yaitu
Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Tahun ini ada 8 mapel yakni
Pendidikan Agama, Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PPKn, PJOK,
SBdP.
Perubahan
banyaknya mata pelajaran ini tentunya cukup membuat kaget setelah
bertahun-tahun guru-guru dan siswa nyaman dengan 3 mapel. Sebetulnya
pengujian 8 mapel ini bukan hal baru. Ketika kita masih menggunakan
kurikulum 1994 dan sumplemen 1999, mapel yang diujikan dalan UAS
sebanyak itu. Terakhir UAS dengan 8 mapel tahun 2004 untuk SD.
Pola Perubahan Ujian untuk SMP SMA SMK
Perubahan
banyaknya soal tentunya merubah kisi-kisi, ada 8 kisi-kisi mapel.
Kisi-kisi untuk mapel Matematika, IPA dan Bahasa Indonesia dalam USBN
akan berbeda dengan US dimana perbedaannya mencapai 75%. Ada beberapa
penambahan dan pengurangan materi yang diujikan dalam US.
Dalam
hal penyediaan kisi-kisi, pemerintah tidak menyediakan kisi-kisi untuk
mapel SBdP dan PJOK sedangkan muatan lokal seperti Bahasa Jawa dan
Bahasa Inggris tidak dimasukan dalan USBN.
Format
soal pilihan ganda dan uraian sebenarnya wajah lama, UAS terakhir tahun
2004 untuk jenjang SD masih menggunakan dua format tersebut. Jadi kalau
sekarang kembali ke format pilihan ganda-uraian, hanya kembali ke zaman
dulu. Tidak perlu kaget, tapi sepertinya cukup mengagetkan. Berikut ini
rician banyaknya soal setiap mapel:
Bagaimana,
sudah siap dengan ujian tahun ini? Keberadaan SBdP dalam ujian tertulis
cukup mencengangkan, mengingat selama ini SBdP dalam KTSP lebih banyak
ke pembelajaran praktik. Terkaitan penyiapan naskah ujian, untuk mapel
Pendidikan Agama, Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan PPKn, soal
disusun oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota dan atau Kantor Kemenag Kab/Kota
dengan melibatkan guru-guru di Satuan Pendidikan (75%) termasuk
perakitan (100%). Mapel SBdP dan PJOK disusun oleh KKG/KKM (100%)
tingkat kecamatan. Sedangkan untuk mulok, soal disusun oleh Satuan
Pendidikann atau KKG/KKM tingkat kecamatan.
Perubahan
kebijakan Ujian Sekolah tahun 2018 untuk kembali ke rasa lama patut
diapresiasi sebab pemerintah mulai berpikir bahwa ujian yang dibuat
secara nasional kurang memenuhi hak dan kebutuhan peserta didik di
berbagai daerah. Penambahan mata pelajaran yang diujikan merupakan hal
yang baik karena berarti mata pelajaran selain 3 mapel tidak
dianaktirikan. Selama ini, pembelajaran di kelas 6 (enam) cenderung lebh
menitikberartkan ke 3 (tiga) mapel, sedangkan pelajaran lain kurang
diperhatikan, baik oleh guru ataupun fokus siswa. Alhasil, pembelajaran
di kelas 6 lebih ke UN result oriented. Hal serupa pun terjadi di
tingkat lanjutan. Keberadaan soal uraian menjadi hal yang patut
diapresiasi sebab kemungkinan "untung-untungan" menjawab soal semakin
kecil sebab soal uraian membuat mereka benar-benar berpikir.
Dikembalikannya
sistem pembuatan soal pada guru setempat berarti mengembalikan
kepercayaan kepada guru bahwa merekalah yang memang memiliki hak untuk
menguji dan menentukan kelulusan siswa. Ujian Nasional yang selama ini
sangat sentralis dan dikendalikan oleh pusat memang menimbulkan banyak
masalah, bahkan hal-hal teknis seperti kertas ujian tipis dan lain-lain.
Penggandaan naskah ujian yang dilimpahkan wewenangnya kepada Dinas
Kabupaten/Kota diharapkan mampu mengurangi permasalah-permasalahan
teknis selama ini.
Desentralisasi
pelaksanan USBN tahun ini menjadi angin segar untuk mengembalikan
tempat hak dan kewajiban terkait pengujian terhadap siswa. Guru kembali
mendapat kepercayaan untuk menjadi tonggak utama pendidikan. Angin segar
ini seharusnya tidak boleh dibuang begitu saja. Pemberian kewenangan
pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan guru harus dimanfaatkan dengan
baik yaitu dengan menyelenggarakan sistem ujian yang adil dan
berkualitas.
Hal
tersebut bisa dimulai dari pembuatan soal yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan kompetensi siswa di daerah, bukan berarti membuat soal
mudah. Justru yang penulis rasakan, soal Ujian Nasional beberapa tahun
terakhir untu SD terbilang mudah. Bandingkan soal-soal yang dibuat oleh
guru sendiri, lebih sulit!
Sesempurna
apapun sistem ujian yang dilaksanakan, tidak akan ada ujuangnya tanpa
kejujuran. Diharapkan dengan sistem desentralisasi seperti ini, dinas
maupun guru tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan oleh
pemerintah. Selenggarakan USBN dengan jujur, dimulai dari pembuatan
soal hingga pelasanaan ujian. Apa artinya nilai tinggi tanpa kejujuran
Download: Perubahan Ujian SD SMP SMA SMK Tahun 2018.pdf
Kami berharap, nilai Ujian Nasional tidak
digunakan sebagai patokan untuk masuk SMP (100%). Penulis masih ingat,
tahun 2004 ada ujian masuk SMP yang diselengarakan oleh satuan
pendidikan masing-masing sehingga siswa bersaing secara adil. Nilai UN
tidak bisa dijadikan patokan untuk mengukur kemampuan siswa karena
banyak anak pintar "karbitan UN" tapi ketika sudah masuk di SMP, nol
besar. Saya mendengar hal semacam ini dari guru-guru di jenjang tersebut
yang mengeluhkan siswa dengan nilai UN tinggi tapi di SMP.