Kemendikbud Berlakukan Pembelanjaan BOS Nontunai
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan baru terkait pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kebijakan tersebut agar penggunaan dana BOS lebih efektif.
Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan dalam Permendikbud nomor 8 tahun 2017 tertanggal 22 Februari 2017 ini dilampiri petunjuk teknis (Juknis) BOS yang berbeda dengan Juknis dalam Permendikbud nomor 80 tahun 2015. "Melalui Permendikbud ini saya ingin mendorong penguatan tata kelola keuangan pendidikan, yaitu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas belanja pendidikan, sehingga mendorong perbaikan kualitas belanja pendidikan," ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (2/3).
Muhadjir mengatakan ada beberapa perbedaan tata kelola BOS dibanding cara lama. Namun setidaknya ada dua hal baru yakni terkait dengan pengalihan kewenangan SMA dan SMK ke tingkat propinsi dan mekanisme pembayaran nontunai.
"Saya berharap pemerintah daerah, satuan-satuan pendidikan dan masyarakat ikut mempelajari Juknis tersebut sehingga tersosialisasi dengan baik," ucapnya.
Seperti diketahui, sesuai UU Nomor 9 Tahun 2015, kewenangan pembinaan sekolah menengah, yakni SMA dan SMK kini beralih dari kabupaten/ kota ke propinsi. Maka pengelolaan dan pengawasan dana BOS juga menyesuaikan fungsi pembinaan tersebut.
"Namun tujuan BOS tetap sama yakni membantu biaya operasional sekolah nonpersonalia, meningkatkan angka partisipasi kasar, mengurangi angka putus sekolah, mewujudkan keberpihakan Pemerintah Pusat (affimative action) bagi peserta didik yang orangtua/walinya tidak mampu dengan membebaskan (fee waive) dan/atau membantu tagihan biaya sekolah dan biaya lainnya di SMA/SMALB/SMK sekolah," jelasnya.
Selain itu, Muhadjir juga menegaskan, BOS memberikan kesempatan yang setara bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu untuk mendapatkan layanan pendidikan yang terjangkau dan bermutu. Dengan demikian diharapkan terjadi meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah.
Pengelolaan BOS diterapkan menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Menurut Muhadjir, mekanisme ini memberikan kebebasan dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan program yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Namun demikian penggunaan BOS hanya untuk kepentingan peningkatan layanan pendidikan dan tidak ada intervensi atau pemotongan dari pihak manapun.
"Agar pengelolaan dananya dapat profesional dengan menerapkan prinsip efisien, efektif, akuntabel, dan transparan, maka harus mengikutsertakan dewan guru dan Komite Sekolah. Tentu saja Komite Sekolah juga harus diperkuat dulu sebagaimana ketentuan dalam Permendikbud nomor 75 tahun 2016 itu," katanya.
Penekanan pada mekanisme pembayaran nontunai menjadi perhatian khusus Mendikbud. Hal ini diakui sebagai perwujudan Nawacita ketujuh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tahun 2014, yang menyebutkan tekad untuk mewujudkan kedaulatan keuangan melalui kebijakan inklusi keuangan mencapai 50 persen penduduk.
Kebijakan ini kemudian diperkuat dengan arahan presiden agar Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan berkomitmen untuk pengembangan transaksi pembayaran nontunai. Dalam Juknis disebutkan implementasi pembayaran nontunai dalam pelaksanaan belanja program BOS didorong dengan pembayaran nontunai dan belanja melalui mekanisme belanja atau pengadaan e-purchasing secara bertahap sesuai kondisi daerah dan sekolah.
"Salah satu tujuan jangka panjang dari kebijakan belanja BOS secara nontunai ini adalah mendorong transparansi belanja pendidikan, dengan penyediaan dan keterbukaan informasi atas rincian transaksi belanja pendidikan yang bisa diakses pihak pemangku kepentingan," katanya lagi.
Selain itu belanja nontunai diharapkan meningkatkan pertangungjawaban belanja pendidikan, dengan pencatatan data transaksi pembayaran dalam sistem perbankan, melindungi dan memberikan rasa aman bagi pelaksana dan penanggung jawab atas transaksi pembayaran. Belanja nontunai juga diharapkan bisa memperbaiki kualitas belanja pendidikan, melalui penyediaan data yang valid untuk keperluan perencanaan, pengangaran, dan pengendalian realisasi anggaran.
"Belanja nontunai juga diharapkan mengurangi potensi dan ruang untuk kecurangan dan penyalahgunaan kewenangan atas belanja pendidikan. Selain itu mempermudah dan menyederhanakan kewajiban pelaporan oleh sekolah, sehingga beban administrasi sekolah bisa dikurangi," jelasnya lagi.